D.O.L.L
Photobucket

Doryne Orinthia Leedan Larz .
Call me Orin .
dorynelarz.blogspot.com
"I'm as cold as the snow.. can you make me warm?"





Tagboard.
Cbox is highly recommended ;D


Wishlist.
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes
Yr Wishes


Affilates.
Place links here .

utuutu
Friend
Friend
Friend
Friend
Friend
Friend


Archives.
April 2010
Juni 2010



Credits.
This blogskin is proudly brought to you by


© All Rights Reserved 09








♥ Orin ♥

Jumat, 11 Juni 2010
Seleksi Asrama

Kenneth—si kakak sepupu—sudah tak terlihat sejak Orin tiba di stasiun King's Cross bersama dengan Raphael. Padahal mereka satu mobil saat berangkat dari rumah. Kakak sepupunya itu memang anak yang sangat aktif baik gerak-gerik maupun mulutnya. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan dirinya yang lebih banyak diam seperti boneka yang selalu dipeluknya. Edmund—teman pertamanya di dunia sihir—juga tak terlihat batang hidungnya di tengah keramaian hiruk pikuk para calon murid Hogwarts yang masih sangat antusias. Si bocah gagak juga sepertinya sedang sibuk menakut-nakuti gadis kecil lain di suatu tempat yang tak terlihat oleh mata Orin. Menakuti dengan tawa maniakal yang tanpa ekspresi itu.

Intinya ia hanya sendirian sekarang. Raphael sudah kembali ke rumah keluarga Larz begitu ia naik ke dalam Hogwarts Express. Josephine—boneka porselennya—terpeluk erat di dadanya. Gadis kecil berambut panjang sewarna tinta itu berdiri di tengah-tengah kerumunan anak-anak seusianya. Mereka semua baru saja turun dari Hogwarts Express. Langit sudah gelap. Kantuk mulai menyusup menggoda mulutnya untuk membuka dan menguap. Kepala Orin tertunduk seperti biasa. Menyembunyikan wajah di balik tirai hitam rambutnya yang tebal. Di hadapan si gadis kecil berdiri sosok setengah raksasa dengan kumis dan jenggot tebal. Kenneth bilang sosok itu bernama Hagrid—orang baik yang menyenangkan di balik sosok besarnya yang menyeramkan. Orin hampir yakin Hagrid menyembunyikan banyak benda misterius di balik jenggot tebalnya. Mungkin makhluk-makhluk kecil yang suka memakan anak-anak nakal.

...

Ia bergidik membayangkan pemikirannya sendiri. Digeleng-gelengkan kepalanya keras-keras untuk mengusir bayangan tersebut dan ia turut melangkah mengikuti rombongan untuk naik ke atas sebuah perahu kecil tanpa dayung yang akan menyeberangkan mereka ke kastil Hogwarts. Gadis kecil itu dengan ragu-ragu menjejakkan kaki kanannya di atas perahu. Goyangan perahu membuatnya limbung dan takut sehingga ia berhenti bergerak dengan satu kaki masih menjejak daratan.

Josephine, aku takut.

Seorang anak laki-laki berambut gelap yang telah terlebih dahulu duduk di atas perahu mengulurkan tangan hendak membantu Orin naik. Uluran tangan yang tidak diindahkan Orin. Bukannya gadis kecil itu sombong tapi ia terlalu takut dan malu memegang tangan orang lain yang tak dikenalnya. Ia tetap menunduk dan dengan gugup menarik kaki kirinya naik ke atas perahu cepat-cepat. Hal tersebut membuat pijakannya goyah dan ia jatuh terduduk di samping seorang gadis kecil lain.

"Takut tapi belagu, eh?" celetuk si anak laki-laki yang tadi hendak membantunya. Nada tak senang terdengar mengalir bersama dengan kata-kata si anak laki-laki. Orin hanya diam mendengar komentar tersebut. Merasa tak enak namun tak tahu harus berkata apa untuk membela diri. Dipeluknya Josephine semakin erat dan berbisik pelan berulang-ulang pada boneka itu.

"Ada Josephine di sini. Aku akan baik-baik saja. Ya kan, Josephine?"

Si gadis kecil tak menyadari bahwa tingkahnya diperhatikan oleh ketiga anak lain yang seperahu dengannya. Mereka mulai berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk ke arahnya. Tawa terkikik mulai terdengar samar namun Orin tak peduli. Ia sudah biasa digunjingkan karena hubungannya dengan Josephine yang terlampau erat. Ia menutup hatinya. Tak peduli dengan bisik-bisik penuh tawa dan hinaan dari ketiga anak itu. Selama mereka tidak terang-terangan menyerangnya, ia akan diam saja.

"HEH! Cewek belagu! Ternyata kau itu gila, ya? HAHAHA."
"Umurmu berapa masih bicara sama boneka begitu?"
"Orang gila kok bisa diterima di Hogwarts, ya!?"
"Mungkin Dumbledore sudah mulai pikun? HAHAHA."
"Hahaha. Mungkin juga."
"Cewek aneh."
"Cewek gila."

Orin menunduk semakin dalam. Dipejamkannya mata rapat-rapat berusaha menahan air mata yang mulai merembes keluar dari sudut matanya. Josephine semakin erat dipeluknya. Gadis kecil pendiam itu marah. Waktu singkat penyeberangan di atas perahu kecil itu penuh dengan hinaan dan tawa yang ditujukan padanya. Beberapa menit jadi terasa seperti beberapa jam baginya. Tiba-tiba salah satu dari anak laki-laki yang ada di perahu kecil itu mencoba merebut Josephine darinya. Rambut hitam si boneka porselen ditarik. Orin terhenyak. Ia mengangkat wajahnya menatap lurus ke arah anak itu. Tatapannya tajam. Meski ekspresinya datar namun siapapun bisa melihat binar kemarahan dari bola mata safirnya. Wajahnya dibasahi oleh air mata.

"Jangan sentuh Josephine!" teriaknya sambil menepis tangan anak laki-laki itu dari rambut Josephine. Didorongnya anak laki-laki itu kuat-kuat hingga terjengkang. Jika saja tak ada yang memegangi anak itu, mungkin sekarang anak itu sudah berenang di dalam danau hitam. Nafas Orin memburu. Ia tahu emosi bisa membuat asma akutnya kambuh. Ia menarik nafas dengan susah payah. Wajahnya yang pucat terlihat tegang. Menatap ketiga anak di perahu itu satu per satu. Ia takut dengan mereka. Sekaligus benci.

"Dasar cewek gila!"

"Diam," desisnya. Ia kembali menunduk namun gestur tubuhnya mengancam. "Kalian semua diam."

Ketiga anak itu pun pada akhirnya diam hingga perahu kecil itu berlabuh di tepi danau. Mereka dengan terburu-buru turun dari perahu meninggalkan Orin sendirian bersama Josephine. Ia bisa mendengar anak-anak itu memaki dirinya di kejauhan. Tapi ia tak peduli lagi. Ia aman jika hanya berdua dengan Josephine. Takkan ada lagi yang mengganggunya. Ia pun segera turun dari perahu sambil menghirup inhaler yang tergantung di lehernya. Berdoa supaya asmanya segera reda.

Kini Orin dan rombongan calon murid yang lain telah berdiri di tengah Aula Besar. Berbaris menunggu diseleksi oleh Topi Seleksi tua yang bijaksana. Empat meja panjang dengan lambang masing-masing asrama berjejer rapi. Para senior terlihat serius menyaksikan upacara penyeleksian tersebut. Ruangan itu ramai. Sangat ramai. Besar dan juga terang oleh cahaya ribuan lilin yang melayang di langit-langit. Banyak anak yang berdecak dan menyerukan kekaguman mereka namun Orin tetap menunduk menatap ke bawah. Tak peduli dengan euforia di sekitarnya. Hanya menunggu hingga namanya dipanggil.

"Larz, Doryne Orinthia Leedan."

Mister hat, just send me back home right away with Josephine. Please.

23.53